Senin, 04 April 2011

Cerita 5 : Sitta




PLAAKK!!!
Gadis itu berlalu pergi meninggalkan kursinya setelah memberikan tanda merah yg manis di pipi sang pria dihadapannya. Sempat ku lihat air mata mengalir di wajahnya yang telah memerah karena emosi ketika ia melewati mejaku. Gadis itu pergi meninggalkan pasangannya yang terdiam, dan tidak memperdulikan pandangan iba dan heran seisi orang di cafe ini. Pikiran ku mulai membayangkan apa yang kira kira menjadi pertengkaran pasangan ini....ah mungkin si pria selingkuh,yaa standar. Kesetiaan emang masalah yang paling susah dimutlak-kan didunia ini.Menurutku,tidak ada orang yang benar benar setia..untuk diri nya sendiri saja,kadang orang suka tidak setia,misalnya,tidak setia pada prinsip yang dipertahankannya sejak lama..yaaa itu hanya opiniku saja.

Tak lama kulihat sang pria pun pergi meniggalkan cafe ini setelah meminta maaf pada pelayan karena telah membuat sedikit keributan. Kuikuti langkahnya dengan sudut mataku dan ketika itu pula tampak sesosok gadis berperawakan tinggi melangkah masuk. Kulitnya tidak putih, namun tidak pula sawo matang,tipe kulit favorit ku,karena terlihat sehat dan bersih. Kacamata membingkai wajah oval-nya dengan sempurna.Sambil sesekali menyeka poni yang jatuh acak di dahinya,ia tampak celingak celinguk mencari seseorang.

"Sita!!!" teriakku memanggilnya.Ia menoleh,senyum mengembang dan berlari kecil menuju ke meja ku. " Haiii..udah lama yah nunggunya?Jalanan maceeet..yaaa Jakarta ga berubah .hahaha..bentar aku pesen dulu kali yaa " celotehnya dengan cepat.Ya, dia Sita,teman satu kampus dan sempat menjadi teman terdekatku. Begitu kami lulus dan mmperoleh gelar sarjana ekonomi,semua berubah..Ia berangkat melanjutkan studi-nya di Belgia dan aku bekerja di salah satu bank swasta di Jakarta. Kupandangi Sita yang sedang asik melihat -lihat menu dihadapannya, rambutnya yang dulu rambut hitam legam yang halus dan panjang kebanggaanya telah berganti menjadi rambut sebahu diwarnai agak kemerahan.Masih cantik,pikirku.

Di cafe inilah dulu kami acap kali menghabiskan waktu untuk ngobrol berdua berjam jam sepulang kuliah, kadang sampai si pelayan harus mengingatkan kami bahwa cafe akan ditutup. Menurutku, Sita teman bicara yang menyenangkan, dia bisa mengimbangiku dalam membicarakan apapun, dan aku pun suka melihatekspresi nya dalam bercerita. Matanya yang hilang ketika tertawa dan tawa lepas nya yang tidak dibuat buat berhasil menjerumuskan ku dalam perangkap cintanya. Ya,aku anggap ini cinta, walau sebenarnya hatiku telah ia curi sejak pertama ia pindah ke kamar kosan tepat disebelah kamarku beberapa tahun yang lalu. Keramahan dan kekocakannya membuat orang selalu senang berada dekatnya, aura positifnya kuat.Tapi aku hanya bisa memandanginya dan mengaguminya dalam hati, karena saat itu Sita menjalin kasih dengan Rudy dan aku pun sudah 3 tahun menjaling hubungan dengan Gina.

Beberapa bulan setelah pertemuan di cafe itu, Sita selalu menghubungiku, entah hanya untuk sekedar curhat tentang pekerjaannya, ataupun hanya menertawakan gosip selebritis yang baru di dengarnya dari televisi. Tingkah lakunya ini mau tak mau memaksa perasaan ku untuk sedikit ge-er dan melayang. Dia menceritakan apapun padaku, yang bahkan tidak pernah di ceritakan nya kepada orang lain. Aku selalu mendengarkan dengan penuh arti dan pengertian, seakan aku ingin menjadi pendengar yang paling baik untuknya. Kumantapkan hatiku untuk meyakini bahwa rasa itu masih belum pudar.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar